27 APR 2016

Pada tanggal 27 April 2016, Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kemanusiaan mengundang beberapa Kementerian/Lembaga (K/L) termasuk Bappenas serta Pemerintah Daerah Provinsi untuk membahas perihal Penanganan Potensi  Kerugian Negara. Dalam hal ini, Bappenas diwakili oleh Biro Hukum selaku kuasa Menteri PPN/Kepala Bappenas.

Rapat ini dianggap penting mengingat bahwa untuk pembayaran kerugian negara akibat keputusan persidangan yang sudah pasti (inkracht), diperlukan koordinasi dari semua Kementerian/Lembaga serta Pemerintah Daerah khususnya dalam kasus dimana tergugat lebih dari satu K/L.

Dalam persidangan, selalu ada peluang untuk menang dan untuk kalah. Demikian juga dengan persidangan perdata yang diikuti oleh Pemerintah selaku tergugat. Banyak persidangan Perdata yang dimenangkan oleh Tergugat dalam hal ini adalah pemerintah baik pusat maupun daerah. Tetapi ada juga gugatan yang dimenangkan tergugat.

Ketika kalah dalam gugatan perdata, nilai kerugian materi yang dikeluarkan oleh pemerintah dapat diketahui berdasarkan keputusan hakim di pengadilan negeri. Pada umumnya, pihak pemerintah mengajukan banding ke pengadilan tinggi. Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi adalah judex facti, yang berwenang memeriksa fakta dan bukti dari suatu perkara. Judex facti memeriksa bukti-bukti dari suatu perkara dan menentukan fakta-fakta dari perkara tersebut.

Jika upaya hukum banding masih tetap saja kalah, pemerintah dapat mengajukan upaya hukum kasasi. Mahkamah Agung adalah judex juris, hanya memeriksa penerapan hukum dari suatu perkara, dan tidak memeriksa fakta dari perkaranya.

Menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung menyatakan bahwa: Mahkamah Agung dalam tingkat kasasi membatalkan putusan atau penetapan pengadilan-pengadilan dari semua lingkungan peradilan karena 

  1. tidak berwenang atau melampaui batas wewenang;
  2. salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku;

lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan

Jika dalam kasasi, pemerintah selaku tergugat masih tetap saja kalah, maka dapat dilakukan upaya hukum luar biasa berupa pengajuan Peninjauan Kembali. Peninjauan Kembali dapat dilakukan dengan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut: 

  1. apabila putusan didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat pihak lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus atau didasarkan pada bukti-bukti yang kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu;
  2. apabila setelah perkara diputus, ditemukan surat-surat bukti yang bersifat menentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat ditemukan;
  3. apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari pada yang dituntut;
  4. apabila mengenai sesuatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya;
  5. apabila antara pihak-pihak yang sama mengenai suatu soal yang sama, atas dasar yang sama oleh Pengadilan yang sama atau sama tingkatnya telah diberikan putusan yang bertentangan satu dengan yang lain;
  6. apabila dalam suatu putusan terdapat suatu kekhilafan Hakim atau suatu kekeliruan yang nyata.

Pada prinsipnya, potensi kerugian negara telah diperhitungkan oleh pemerintah termasuk kerugian akibat adanya putusan hakim. Tetapi hal yang perlu digarisbawahi adalah putusan hakim tersebut harus sudah final (inkracht).